Peluang Profit dari Sektor Konstruksi (Lesson 2: Leading Indicators and Prospects)
Anda sedang membaca artikel kedua dari seri "Peluang Profit dari Sektor Konstruksi". Untuk mengakses artikel lainnya, anda bisa klik link dibawah ini:
Melanjutkan artikel sebelumnya (Lesson 1) mengenai sektor konstruksi, pada artikel kali ini kita akan membahas secara lebih dalam lagi. Emiten konstruksi secara mayoritas mengalami kenaikan cukup signifikan pada September 2021. Sebagai contoh, WIKA (+28%), PTPP (+20%), dan ADHI (+32%) dimana hal tersebut menyumbangkan kinerja positif bagi portofolio penulis (saya ada pegang WIKA). Penulis sendiri memproyeksikan kenaikan harga akan terus berlanjut, seiring dengan trend emiten konstruksi yang sering membukukan kinerja cemerlang dan kenaikan harga signifikan pada kuartal 4, ditambah dengan isu window dressing. Toh pada harga saat ini pun, PBV emiten konstruksi masih pada dibawah 1x dan masih tergolong undervalue. Tanpa berlama lama, mari kita langsung masuk ke materi.
Ketika ingin mempelajari emiten konstruksi, ada beberapa istilah yang perlu kita ketahui. Yang pertama adalah kontrak baru yang diperoleh perusahaan selama tahun berjalan. Selanjutnya adalah kontrak carry over yaitu jumlah kontrak tahun sebelumnya yang belum selesai. Berikutnya adalah order book atau kontrak dihadapi, yang merupakan jumlah dari kontrak baru dan kontrak carry over, dikurangi dengan penjualan yang terjadi di tahun berjalan. Yang terakhir adalah usia kontrak, yaitu seberapa lama perusahaan dapat melanjutkan operasi apabila tidak mendapat pertambahan kontrak baru. As a rule of thumb, usia kontrak yang baik adalah diatas 4 tahun.
Di sektor konstruksi ketika suatu emiten memperoleh kontrak baru, kontrak tersebut belum bisa diakui sebagai pendapatan. Mereka harus mengerjakan kontrak tersebut terlebih dahulu, dan baru akan mengakui pendapatan sesuai persentase penyelesaian proyek (yang dinyatakan melalui berita acara penyelesaian pekerjaan). Dari sisi penerimaan kas sendiri, BUMN karya umumnya harus menyelesaikan 100% proyek terlebih dahulu sebelum menerima pembayaran proyek (biasa disebut Turnkey). Disisi lain, perusahaan konstruksi swasta akan menerima pembayaran mereka secara termin (bila selesai 25%, maka akan menerima 25% pembayaran).
Dalam menganalisa emiten konstruksi, ada beberapa leading indicator yang perlu kita perhatikan. Yang pertama adalah customer profile untuk mengetahui pemberi proyek. Yang kedua (sangat penting) adalah kontrak baru dimana perolehan kontrak baru yang rendah merupakan pertanda dari penurunan kinerja perusahaan dimasa mendatang. Sebagai contoh, Waskita Karya baru memperoleh kontrak baru 3,1T hingga akhir Juni 2021. Angka tersebut merupakan indikasi buruk, dimana terjadi penurunan signifikan bila dibandingkan 1H 2020 dengan perolehan kontrak baru 8,3T dan alhasil ketika teman temannya harga sahamnya naik signifikan pada September 2021, saham WSKT hanya diam ditempat. Yang ketiga adalah usia kontrak yang idealnya selalu konsisten diatas 4 tahun. Yang keempat dan terakhir adalah jumlah hutang yang dapat diukur melalui Debt to Equity Ratio (DER). Hutang yang tinggi akan membebani laba bersih perusahaan dan bahkan berisiko menimbulkan kerugian, seperti yang dialami WSKT pada tahun 2020.
Sekarang, mari kita bahas prospek sektor konstruksi. Secara jangka pendek, pembangunan masih dapat berlanjut meskipun diberlakukan PPKM, karena termasuk sektor pengecualian. Selanjutnya, terjadinya perlambatan ekonomi dan pembatasan PSBB akan mempengaruhi jumlah order book yang dimiliki perusahaan dikarenakan jumlah proyek yang diperebutkan tidak akan sebanyak pre covid. Selain itu, emiten dengan DER tinggi memiliki risiko yang lebih besar, dilihat dari data perbankan mengenai Non Performing Loan (NPL) sektor konstruksi yang meningkat. Secara jangka panjang, pemerintah menetapkan alokasi 385T untuk pembangunan infrastruktur pada RAPBN 2022 dimana angka ini tergolong lumayan. Dari segi swasta, konstruksi gedung masih memiliki prospek yang cukup baik, karena permintaan untuk gedung masih cukup besar dan pembuatannya tidak terlalu memberatkan. Emiten BUMN juga menunggu kabar mengenai pembangunan ibukota baru yang dapat menambah proyek yang dikerjakan. Keberadaan SWF juga diharapkan dapat menyehatkan neraca emiten konstruksi, melalui divestasi (penjualan) ruas jalan tol dan bandara oleh BUMN karya kepada lembaga pengelola SWF.
Sekian untuk artikel kali ini. Pada artikel berikutnya, kita akan membedah emiten konstruksi BUMN yang pertama yaitu WSKT. Kita akan mempelajari penyebab kejatuhan WSKT, yang dulunya merupakan emiten konstruksi terbaik dan paling profitable di Indonesia. Semoga bermanfaat dan sukses selalu.
Salam Cuan,
Filbert
Comments
Post a Comment