Peluang Profit dari Sektor Properti (Lesson 4: Case Study JRPT)

Anda sedang membaca artikel keempat dari seri "Peluang Profit dari Sektor Properti". Untuk mengakses artikel lainnya, anda bisa klik link dibawah ini:

-Lesson 1: Introduction and Leading Indicator
-Lesson 2: Prospek dan Anatomi Laporan Keuangan
-Lesson 3: Case Study PWON
-Lesson 4: Case Study JRPT
-Lesson 5: Case Study BEST
-Bonus: Case Study BSDE

Setelah membedah emiten PWON pada artikel sebelumnya, kali ini kita akan membahas emiten properti residensial yang berikutnya yaitu Jaya Real Properti. Penulis sendiri sempat berinvestasi di JRPT (masuk saat 490) dikarenakan perusahaan memiliki hutang berbunga yang sangat rendah, Net Profit Margin (NPM) nya sangat tinggi di kisaran 40%, dan rutin membayarkan dividen dengan yield 4-5%. Valuasinya pada saat itu pun cukup menarik dengan PER 8x dan PBV 1x. Namun, penulis memutuskan untuk take profit tidak lama kemudian (di harga 600) dikarenakan membutuhkan dana untuk switching ke saham lain yang lebih menarik. Menariknya, saat ini harga JRPT sudah kembali terdiskon menjadi 496/lembar yang membuat perusahaan mulai menarik untuk dilirik kembali. Tanpa berlama lama, mari kita langsung bahas profil perusahaan.


PT. Jaya Real Properti berdiri pada tahun 1979 dan memiliki berbagai kegiatan usaha. Yang pertama dan utama adalah pengembangan kawasan perumahan dan industri. Perusahaan telah mengembangkan 1200 Ha lahan di kawasan Bintaro Jaya dengan harga penjualan rumah dikisaran 1-3M. Selain itu, JRPT juga mengembangkan kawasan Puri Jaya Pasar Kemis dan Serpong Jaya dengan harga dikisaran 400 juta-1M. Selain itu, JRPT juga membangun apartemen di kawasan Bintaro Jaya dan Graha Raya, seperti The Accent, Tower Breeze Bintaro, dan Tower Alexandria Silk Town. Dari segi penjualan hunian sendiri, dapat kita lihat kalau Bintaro Jaya menyumbang 52% penjualan, apartemen 17%, dan hunian tapak diluar bintaro berkontribusi 31%. Sebagai referensi, segmen usaha ini menyumbangkan revenue 2T pada tahun 2020, yang merupakan 80% pendapatan JRPT secara keseluruhan.



Kegiatan usaha JRPT yang berikutnya adalah retail properti, dimana perusahaan mengelola Bintaro Jaya Xchange Mall, Plaza Bintaro Jaya, Plaza Slipi Jaya, Senen Jaya, Senen Blok V, dengan occupancy rate historis yang baik (diatas 90%). Lini bisnis ini menyumbangkan revenue 150M pada tahun 2020, dimana angka tersebut turun signifikan dibanding pendapatan pra pandemi yang berada diatas 250M. Segmen usaha yang terakhir adalah investasi. JRPT memiliki 30% kepemilikan pada PT. Jakarta Tollroad Development yang memegang konsesi 6 ruas jalan tol di wilayah Jakarta, dan 40% kepemilikan pada RSPI Bintaro. Namun, segmen usaha tersebut hanya menyumbang dibawah 150M revenue perusahaan. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa kinerja perusahaan sangatlah dipengaruhi oleh penjualan rumah dan apartemen, mengingat segmen bisnis yang lain menyumbang kontribusi yang tidak terlalu signifikan.




Sebagai kesimpulan, meskipun PWON dan JRPT keduanya sama sama merupakan emiten properti residensial, dapat kita perhatikan kalau kontributor pendapatan mereka sangatlah berbeda. Pendapatan PWON 50% nya merupakan recurring income, sedangkan pendapatan JRPT hanya 20% saja yang bersifat recurring dan sisanya berasal dari penjualan properti. Lantas, apakah JRPT menarik untuk di invest, mengingat perusahaan diuntungkan oleh insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah? Meski penulis sendiri yakin kalau harga wajar JRPT adalah 700, penulis sendiri tetap lebih tertarik dengan BSDE. 


Secara nama besar, BSDE jelas lebih terkenal dimana mereka bisa mematok harga yang lebih mahal dan produknya tetap diminati masyarakat. Secara aset, BSDE memiliki persediaan dan landbank yang lebih menarik, ditambah dengan wacana ibukota baru yang merupakan isu positif bagi BSDE (perusahaan sedang mengembangkan lahan di Balikpapan yang berjarak 30 km dari ibukota baru). Secara valuasi, JRPT dengan PBV 0,9x belum bisa dibilang murah dikarenakan kinerja perusahaan yang jalan ditempat selama 5 tahun terakhir (PBV BSDE 0,68x). Secara marketing sales, JRPT hanya mencatatkan peningkatan 4% dibanding semester 1 tahun 2020 yang bisa dibilang cukup mengecewakan (BSDE mencatatkan peningkatan 56% year on year). Lantas, sudah jelas bukan?


Berikut adalah artikel mengenai PT. Jaya Real Properti, yang bila dilihat sekilas cukup menarik namun setelah ditelaah lebih dalam entah kenapa saya kurang srek. Pada artikel berikutnya, kita akan membahas case study pada salah satu emiten properti komersial yang kinerjanya sedang amburadul dikarenakan dampak pandemi. Namun, harga sahamnya pun sedang rendah rendahnya sehingga pantas untuk kita analisa lebih dalam. Semoga bermanfaat, sehat selalu dan Tuhan memberkati.


Salam Cuan,

Filbert

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Jatuh Bangun 2023

Dilemma (Case Study)

Artikel KKGI