Batubara to the Moon!!! Apakah Masih Boleh Masuk?

Sebelumnya saya ingin ingatkan kalau tidak bijak bila kita tertawa di atas penderitaan orang lain. Bilamana anda memegang saham komoditas dan sahamnya naik banyak beberapa minggu terakhir dikarenakan perang Rusia dan Ukraina, maka saya ucapkan selamat kepada anda. Namun jangan terlarut dalam kesenangan dan ingatlah bahwa korban disana bukanlah kecoa, melainkan manusia. So calm down, think deeply, dan perbanyak sedekah bila anda diberi banyak rejeki. Diluar dari itu, mari kita mulai pembahasan hari ini.

Yup, seperti tertulis diatas sekali lagi penulis ucapkan selamat pada anda. Penulis jadi ingat akan pepatah "orang sabar disayang Tuhan". Tentu anda ingat di tahun 2021 lalu ketika harga coal dkk sudah naik banyak, namun sahamnya masih gitu gitu aja (naik sih, tapi tidak signifikan seperti tahun 2018). Berbagai analis dan media pun mengkoar koarkan ESG dan green energy sebagai alasan saham komoditas tidak dilirik. Namun mulai bulan Oktober 2021 saham coal mulai naik, sebelum cooling down dan naik lagi secara pesat disaat terjadi perang antara Rusia dan Ukraina. Penulis sendiri memiliki komposisi porto 35% di batubara, dan memutuskan untuk menambah menjadi 45%. Yup, saya beli lagi diharga atas dan nanti akan saya jelaskan alasannya. Pertanyaannya sekarang adalah bila kita sudah pegang, kapan saatnya kita jual. Dan bila kita baru ingin masuk/ tambah, apakah masih aman? Berikut ulasannya.

Harga komoditas dipengaruhi oleh 2 sisi, yaitu supply dan demand. Ketika supply berkurang namun demandnya tetap, tentu harga akan naik. Apalagi bila supply berkurang diikuti kenaikan demand, tentu kenaikan akan lebih tinggi. Hal tersebut lah yang sedang terjadi saat ini. Bauran energi suatu negara, diluar EBT, umumnya terdiri dari batubara, minyak, dan gas dimana beberapa diantaranya bisa saling mensubstitusi. Disini lah cerita mulai seru. Rusia merupakan pemain besar dalam pasar komoditas dimana posisi mereka adalah sebagai berikut:

1. Penghasil minyak No. 3 dunia, berbeda tipis dengan Arab Saudi di posisi kedua.
2. Penghasil gas alam No. 2 dunia, di belakang Amerika Serikat.
3. Eksportir batubara No. 3 dunia, di belakang Indonesia dan Australia.

Sekarang sudah jelas bukan, dengan adanya perang maka akan terjadi supply disruption. Belum lagi sanksi yang akan dikenakan negara barat dan sanksinya tentu bukan hanya 1 atau 2 bulan, melainkan bisa 2 tahun lebih. Akibatnya negara yang biasa membeli komoditas dari Rusia harus mencari alternatif energi dari tempat lain, salah satunya dari Indonesia. Negara Eropa yang bergantung pada Rusia akan supply natural gas harus mencari alternatif energi, yakni batubara. Itulah sebabnya bila sebelumnya penulis merasa harga batubara akan tinggi (diatas $150/ ton) hingga pertengahan tahun, maka saya menilai harga batubara akan tinggi setidaknya hingga akhir tahun. Hal serupa juga disampaikan pak Yulius (direktur ITMG). Beliau awalnya memprediksi ASP (Average Selling Price) Newcastle 2022 senilai $140. Taking into consideration ASP ITMG umumnya terdiskon 15% dari angka tersebut, didapat angka $119, lumayan diatas ASP 2021 senilai $104. Setelah terjadi perang, beliau menaikan prediksi ASP 2022 menjadi $170, yang berarti ASP ITMG senilai $155. Bayangkan saja laba ITMG sudah sangat besar di tahun 2021 dan ASP nya kemudian naik banyak di tahun ini, tentu labanya akan meningkat semakin tinggi. 

Namun saya sendiri tidak memegang ITMG, melainkan PTBA dan ABMM. Lantas mengapa kabar diatas merupakan excellent news? Karena ya namanya batubara bila perusahaan yang satu ASP nya naik, maka perusahaan batubara lain juga akan mengalami kenaikan ASP yang serupa juga secara persentase. Artinya laba PTBA dan ABMM juga akan sangat tinggi di tahun 2022, penulis sendiri mempunyai target optimis EPS PTBA 1000 dan ABMM juga di 1000. 

Hal tersebutlah yang membuat penulis memutuskan untuk average up posisi coal lagi di ABMM. Bila harga saham di kemudian hari fluktuatif, ingatlah perkataan pak Yulius diatas dan bersabarlah sembari menunggu LK perusahaan yang cantik. Untuk 1Q22 mungkin kinerja tidak akan sebaik 4Q21 dikarenakan adanya larangan ekspor batubara di bulan Januari. Namun untuk Q2 dan Q3, kinerjanya akan lari kencang. 

Mungkin sebagai pertanyaan penutup, apakah ada perusahaan batubara apa yang masih murah? Jawabannya adalah anda bisa mempertimbangkan ABMM dan BSSR. Secara valuasi ABMM kelewat murah. Produksinya 13,5 juta ton dengan market cap 4,46T (1600/ lembar), dibanding ITMG 18 juta ton dengan market cap 30,5T. Kelemahan ABMM adalah hutangnya yang tinggi (DER 283%) dan kinerjanya yang selama ini biasa saja dikarenakan manajemen dulu tidak terlalu berfokus pada usaha tambang batubaranya. Namun saat ini usahanya sudah terintegrasi dan mulai mencatatkan profit besar, yang bisa digunakan untuk mengurangi porsi hutangnya. Ditambah PER yang hanya 2,5x menjadikan saham ini murah banget. Bila anda ingin alternatif lain yang menarik, maka anda bisa mempertimbangkan BSSR yang merupakan sister company dari MBAP. Setelah membagikan dividen besar di bulan Januari, sahamnya cooling down dari 4500/ lembar menjadi 2930/ lembar pada saat ini. Bedanya saham ini bila ada laba maka akan dibagikan sebagai dividen dan jumlahnya pun besar. Mengapa saya tidak merekomendasikan PTBA, ITMG, ADRO? Karena secara valuation wise pada harga sekarang bukanlah titik entry yang menarik secara risk vs reward. Namun bila anda sudah pegang, maka hold saja selama momentumnya masih bagus.

Sekian untuk artikel kali ini. Apa saham jagoan batubara anda, dan pada harga berapa anda berencana taking profit? Semoga kita bisa meraih profit luber bersama dan jangan lupa untuk berbagi kepada sesama.

Salam Cuan,
Filbert

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Jatuh Bangun 2023

Dilemma (Case Study)

Artikel KKGI