Coal vs CPO

CPO to the moon? Betul sekali. Coal juga to the moon. Pada artikel ini saya ingin sharing pola pikir saya, mengapa saya lebih memilih coal dibanding CPO. Yowes kita bahas satu satu dulu ya. 


CPO saat ini sedang kecipratan commodity boom dan harga sahamnya meski sudah naik, masih belum terbang. Banyak yang valuasinya juga menarik. Saya sendiri naksir dengan 4 emiten dibawah ini

Striker= CSRA, TAPG

Defender= ANJT, SGRO


Mengapa tidak mention LSIP, AALI? AALI secara valuasi kurang sexy, tanamannya pun sudah pada tua (declining growth, anda bisa cek sendiri 5 tahun terakhir). Same can be said with LSIP, bedanya EV LSIP ini murah karena cash nya banyak dan debt free. Itu singkatnya, sekarang kita bahas storynya (ini yang penting)


THE BIG WHY ???

Harga ditentukan oleh supply dan demand. Supply CPO sendiri sedang berkurang dikarenakam labor shortage di perkebunan Malaysia (eksportir CPO no 2 dunia, sekitar 30% market share, di belakang Indo dengan 55%). Namun itu story beberapa bulan lalu. Sekarang labor problem sudah semakin membaik. More supply bad for price dong? Tunggu dulu. 


Next, bila anda ke supermarket, harga minyak goreng 26 ribu/ liter. Alternatively, anda bisa beli sunflower oil saja, namun harganya 60 ribu/ liter. Dua duanya bisa kita gunakan untuk masak dan kebetulan di Indonesia kita pakai minyak goreng CPO. Beda cerita pada negara mapan seperti Inggris dkk yang banyak menggunakan Sunflower, Rapeseed, Soybean Oil. Hubungannya apa? Rusia dan Ukraina  adalah eksportir sunflower oil besar dunia, dengan porsi 60-78%. Less supply in substitution product, akan drive up harga sunflower oil. CPO pun akan kecipratan, demand akan naik (alih dari Sunflower ke CPO), dan harga juga ikutan naik. 


Seru bukan? Wait, masih ada lagi. Demand CPO sudah mulai naik sejak pembukaan ekonomi di 20Q4 dan semakin kesini semakin naik. Even better? Yes. Alhasil harga CPO saat ini ATH dan sangat tinggi (padahal 4000 saja saya sudah kamsia). The goods jauh melebihi (overpowered) the bads.


Nah storynya sudah paham? Lantas kenapa saya tidak masuk CPO? Here are the reasons:

1. Terlalu banyak campur tangan pemerintah. DMO, DPO, minyak goreng 14 ribu, minyak goreng langka, ban ekspor yang hasilnya tidak sesuai harapan. 

2. Tidak bisa genjot produksi mendadak. Berbeda dengan batubara yang asal ada jalan (hauling road) dan traktornya bisa gas, CPO ini tanaman yang harus handle with care selama 4 tahun sebelum menjadi produktif. Sebenarnya harga pupuk yang sudah naik diatas 100% juga bad news, cuman secara nominal tidak terlalu material so bisa kita toleransi la. 

3. Apakah di harga CPO yang semakin tinggi, perusahaan bisa menikmati momentum sepenuhnya? Bila ITMG bisa langsung naik harga jualnya, apakah hal serupa bisa dikatakan untuk misalnya minyak goreng? Saat ini 26 ribu/ liter, apakah bisa dinaikan jadi 40 ribu? Anda jawab sendiri ya. 


Anda mau alasan B40 yang semakin kesana akan semakin dikembangkan? Bisa saya balikin, apakah di harga CPO tinggi anda termotivasi untuk develop fuel mixture yang costnya lagi mahal juga? Ya tapi ini bisa nambah demand, which is good for price. So atas alasan tersebut saya lebih melirik coal dibanding CPO. Ditambah valuasi coal masih banyak yang murah, cheaper than CPO dimata saya. Nanti cara hitungnya akan saya share di artikel berikutnya ya. Semoga bermanfaat dan selamat hari pancasila.


Salam Cuan,

Filbert


Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Jatuh Bangun 2023

Dilemma (Case Study)

Artikel KKGI