Metode Valuasi EV/ EBIT

Hari ini kita akan bahas alternatif dari PER, yang arguably lebih berguna. No ini bukan PBV, kita beli company karena earnings powernya, bukan aset tetap or persediaannya. Lantas apa yang akan kita bahas? Senjata yang saya maksud adalah EV/ EBIT. Kita bahas satu satu ya, dan nanti kita lakukan case study sedikit. 


Pertama kita bahas Enterprise Value (EV) terlebih dahulu. Kelemahan dari PER adalah rasio tersebut mengabaikan cash in hand perusahaan, dan juga hutang perusahaan. Simplenya bila ada 2 company A dan B, keduanya dengan PER 8, maka secara PER keduanya sama menarik. Namun bisa saja bila kita bedah ternyata company A hutangnya segunung, sedangkan company B cash nya segunung (seperti SMDR). Namun hal tersebut tidak akan menjadi masalah bila kita mengenal EV. EV sendiri melambangkan berapa uang yang perlu kita keluarkan bila kita ingin mentakeover sebuah perusahaan, dilambangkan dengan rumus Market Cap+ Market Value of Debt- All Cash and Cash Equivalents. Sebagai tambahan ilmu, hutang berbunga memiliki banyak istilah. Gampangnya HOPSS (Hutang bank, Obligasi, Pinjaman, Sukuk mudharabah, Short/medium/long term notes). Artinya perusahaan yang cash rich dan low debt, umumnya memiliki EV yang rendah, sehingga mereka sebenarnya lebih menarik dibanding bila kita hanya melihat dari segi Market Cap. 


Disisi lain EBIT merupakan singkatan dari Earnings Before Interest and Tax. Mengapa beban bunga dikeluarkan? Karena ibaratnya ketika anda takeover, anda lunasi semua hutang berbunganya juga (lihat lagi rumus EV). Beberapa orang lebih suka menggunakan EBITDA, namun saya kurang setuju karena dimata saya depresiasi dan amortisasi itu penting. Mereka ibarat tabungan expense, untuk suatu saat perusahaan membeli aset tetap baru. Oiya dalam LK, EBIT ini biasa disebut dengan istilah laba usaha. 


Sekarang mari kita langsung aplikasikan bersama. Kita akan coba hitung di 3 perusahaan yaitu LSIP, IPCC, dan SMDR. Here we go. Semua LK yang digunakan adalah 22Q1. Dan harga yang digunakan adalah LSIP 1375 (MC 9,38T), IPCC 630 (MC 1,15T), SMDR 3700 (MC 12,12T). Untuk EBIT kita akan gunakan versi 22Q1, dan kita annualized. Yes, kita asumsi kinerja Q1 dipertahankan sampai akhir tahun, which is very conservative mengingat kemungkinan nya bisa diatas (semua lagi ada tailwinds). 


Untuk LSIP, perusahaan memiliki cash 3,46T dan total hutang berbunga 0. Yes, anda tidak salah baca, buktinya di LK LSIP memang tidak ada HOPSS diatas. Artinya EV perusahaan 9,38T+ 0- 3,46T= 5,92T. Selanjutnya, EBIT perusahaan di 22Q1 adalah 361M, bila di annualized menjadi 1,44T. Maka EV/EBIT LSIP adalah 4,1x (this is very cheap).


Next untuk IPCC, perusahaan memiliki cash 832M dan total hutang berbunga 0. Artinya, EV perusahaan= 1,15T+0- 832M= 318M. Dilain sisi, EBIT perusahaan di 22Q1 adalah 53M, bila di annualized menjadi 212M. Maka EV/EBIT IPCC adalah 1,5x (murah gile banget ini).


Last untuk SMDR, perusahaan memiliki cash $286 juta dan total hutang berbunga $138,5 juta. Dengan asumsi kurs 14.300 kita mendapatkan EV SMDR= 12,12T+ 1,98T- 4,09T= 10T. Perusahaan membukukan EBIT 22Q1 sebesar $90 juta, bila di annualized menjadi $360 juta= 5,15T. Maka EV/EBIT SMDR adalah 1,94x (murah gile juga). 


Nah sekarang kita bahas jeleknya juga ya. Bila dalam perhitungan PER, yang dipakai adalah laba yang dapat diatribusikan ke controlling interest (pemilik entitas induk) saja, namun dalam perhitungan diatas yang kita pakai adalah laba usaha yang diatribusikan ke controlling interest dan juga non controlling interest (NCI), sehingga bisa saja bias. Nah karenanya kita harus double check agar tidak bias. Bila di IPCC dan LSIP, NCI nya mendekati 0, hal yang sama tidak bisa dikatakan pada SMDR. Ya tapi after take thet into account, ya tetap murah juga companynya, murah banget malah.


So, what do u think? Emiten lain apa yang EV/EBIT nya rendah? Sampai jumpa dilain kesempatan dan Tuhan memberkati.


Salam Cuan,

Filbert

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Jatuh Bangun 2023

Dilemma (Case Study)

Artikel KKGI